Selasa, 21 Desember 2010

Bedroom talks




mulai malam ini saya paham dengan inti permasalahan dari segala permasalahan.
Selama ini kita hidup ditengah kekacauan yang sebenarnya kita buat sendiri.
Karena watak dan perilaku dasar kita sendiri.
Baik disadari maupun yang tidak disadari.

Sebuah analogi
Kamar berantakan. Boro-boro mau belajar, deket-deket sama meja belajar udah frustasi duluan. Jangankan mau pake beresin baju dilemari, baju yang masih didalem kantong belanjaan aja masih bececeran ditengah kamar.
Benar-benar sebuah situasi yang gak kondusif untuk ngapa-ngapain kecuali istirahat dan berpikir untuk menyelesaikan segala "kemelut" di esok hari.
Tapi sebenarnya Si pemilik kamar punya kemampuan untuk mengembalikan kamar kembali rapi. Meja belajar kembali nyaman. Isi lemari pakaian kembali ditata indah. Paling hanya butuh 2-3 jam untuk membuat segalanya terlihat "sempurna" seperti kamar di "rumah idaman". Tapi keesokan harinya, si pemilik kamar kembali sembrono meletakan pakaian dan bukunya. Kamar sempurna hanya bertahan dalam jangka waktu yang teramat sangat singkat.

Intinya adalah, si pemilik mungkin punya kemampuan untuk membuat segalanya lebih baik, tapi sifat dan wataknya tidak mendukung "keadaannya" menjadi lebih baik.

Itu juga yang rasanya terjadi di negeri ini.
(duhh, saya gak bermaksud berpolitis disini).
Banyak orang yang punya kemampuan untuk mengubah negeri ini menjadi lebih baik, tapi karena watak dasarnya memang "menghancurkan" atau membuat keadan lebih buruk.

contoh:
Gayus Tambunan. Lulusan Sebuah sekolah tinggi akuntansi paling ternama di Indonesia. Pasti bukan orang dengan standard biasa-biasa aja yang bisa masuk dan lulus dari sekolah ini, dan bukan orang dengan kemampuan "santai" (macam saya) yang bisa dapet ikatan dinas ke Perpajakan? ya kan?
Orang-orang seperti Gayus ini merupakan orang yang memiliki kemampuan untuk mengubah segala sesuatunya "menjadi lebih baik." Dia punya ilmu untuk itu. Dia sudah terkualifikasi hal itu terlihat bahwa dia mampu lulus dari sekolah akuntansi terbaik dan bisa kerja di dinas perpajakan. Tapi, sekali lagi semua itu berawal dari watak masing-masing orangnya. Apakah kita mau memperbaiki yang buruk? apakah kita tipikal orang yang "mau membereskan kamar dan mendisiplinkan diri untuk tidak mengacak-ngacaknya lagi?"

Diluar masalah gayus-gayusan, hal ini juga terjadi dengan hubungan kerja/persahabatan/asmara/dsb. Kita semua terlahir selamat ke muka bumi ini, membuktikan kalau diri kita cukup terkualifikasi untuk menjalani dan "memperbaiki" segalanya menjadi lebih baik. KITA TERLAHIR DENGAN SOLUSI. Tapi pertanyaan, APAKAH KITA MAU MEMPERBAIKINYA? APAKAH KITA MAU MENDISIPLINKAN DIRI KITA?

karena kenyataan sebagaian besar dari kita akan mencari zona nyaman dalam keterpurukannya, bukan memperbaikinya. itulah yang saya pelajari malam ini, ditengah berantakannya kamar saya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar