Jumat, 08 Maret 2013

Offended by The Truth



Semenjak kontrak kerja saya selesai tertanggal 1 Maret 2013 lalu, saya sekarang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sambil menikmati acara di TV Kabel yang udah mama saya pasang enam bulan yang lalu.

Dan setelah 5 hari jadi pengangguran, saya sekarang jadi punya beberapa serial favorit seperti Castle, Bones (love Dr. Temperrence), Ben and Kate, dan Cleveland Show (jauh lebih lucu dari Family Guy). Tapi yang ternyata saya baru tahu setiap hari Rabu sampai Jumat di sony entertainment ada serial drama yang memengaruhi saya dan obsesi saya dengan New York City, Sex and The City. 

Sebenernya saya baru kenal Carrie, Miranda, Charlotte, dan Samantha juga pas kuliah sih dan saya enggak pernah ngikutin serialnya. Cuman dua filmnya aja yang sempat heboh dimana-mana. But, thanks to Groovia saya bisa menonton beberapa episode sebelumnya, bisa dicepetin pula kalau udah iklan. Intinya 5 hari saya jadi pengangguran saya jadi banyak nonton Sex and The City. Dan dari situ saya jadi banyak refleksi diri.

Kayak SATC Season 4 yang baru saya tonton kali ini. Di episode ini ke empat sahabat new yorker ini mengupas tuntas soal soulmate. Bagi ke empat lajang ini, awalnya, enggak masalah enggak punya soulmate, Miranda juga sering membuat jokes setiap ada teman-temannya menanyakan soal siapa pasangannya.

"So, is there someone special Miranda?"| "No, there is no special guy, i just interested in non-special guy. Seriously if you have a friend is not special, ask him to call me. Because i'm not looking for anything special at all" 

Jawaban Miranda jelas diikuti gelak tawa oleh temannya yang bertanya. Ketidakpedulian Miranda terhadap someone who might be special atau di episode ini menyebutnya dengan istilah soulmate, memperlihatkan kalau enggak semua orang peduli apa dan kapan mereka ketemu jodoh mereka. If there isn't any, it's fine. Awalnya begitu. Singkat cerita, episode ini diakhir dengan pernyataan Carrie "as much as i don't care about soulmate, somehow i feel it must be good if there is someone who always be there for you, no matter what"

Cerita ini, selain membeberkan fakta kalau 35 tahun hidup di kota se-exciting New York ternyata masih bisa bikin kita insecure soal pendamping, tapi juga menceritakan betapa gampangnya orang menceritakan "pahitnya kebenaran" yang ada  di diri mereka dengan mengubahnya jadi suatu bullshit jokes.

"yaelah, gw emang masih pengen nganggur kali"
"kantor gw bilang mau naikin gaji gw setelah 3 bulan kerja, tapi yaudahlah kerjaan gw asik kok,"
"yang penting cari pengalaman dulu kali"
"yaudah masih banyak lah yang kayak dia"
"we still young"

Dan biasanya semua kata-kata ini diikuti dengan bentuk ketawa aneh yang terkesan dipaksakan. Saya biasanya menyebutnya dengan "Offended by The Truth"-moment.

Kalau dari yang saya sering lihat dan saya alami sendiri, saya rasa sih enggak masalah kalau kita merasa enggak nyaman menceritakan kenyataan buruk yang baru aja menimpa kita, mungkin itu pahit untuk diutarakan, tapi dari pengalaman saya beberapa hari ini seburuk apapun masalah kita, orang lain punya pasti punya "Offenede by The Truth"-moment nya sendiri. Orang lain pasti punya cerita yang bikin dia ngerasa harus mengubah ceritanya dengan nada ceria dan diakhiri dengan gelak tawa asing.

Kalau dari serial Bones yang saya tonton setelahnya menceritakan tentang Truth and Honesty. Intinya mereka bilang "maybe its good to let the truth left unsaid".

*notes: yap! kayaknya saya udah kebanyakan nonton serial TV nih, udah harus mulai nyebarin CV lagi atau enggak mencari kesibukan sebelum serial-serial ini jadi kehidupan saya. huff.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar