Kemeriahan tahun baru yang dirayakan dengan riuh terompat dan semaraknya kembang api telah usai. Liburan yang dipilih oleh keluarga saya pada kesempatan kali ini sedikit berbeda dengan biasanya. Kalau biasanya kami menghabiskan liburan ke outlet-outlet di Bandung atau sekedar bersantai di pinggir Pantai Anyer, kali ini destinasi liburan saya dan keluarga saya berbeda. Kami memutuskan untuk berlibur ke Waduk Jatiluhur.
Hari Sabtu tanggal 2 Januari 2010. Saya dan keluarga saya pada pukul 7 pagi bertolak dari rumah kami di daerah BSD menuju kota Bandung. Biasanya untuk sampai ke kota Bandung butuh waktu 2 jam melewati jalan tol Cipularang. Namun, seperti yang sudah saya dan banyak orang duga sebelumnya, jalan bebas hambatan yang menghubungkan Jakarta Bandung ini padat. Butuh waktu 4 jam untuk keluar tol Pasteur. Dan seperti biasa, saya dan keluarga saya langsung menuju ke Dago Bawah, mengunjungi beberapa outlet langganan kami dan setelah lelah mengitari kota Bandung, kami makan siang di salah satu Restoran Sunda yang ada di Dago atas. Jika sudah letih dan perut pun sudah diisi biasanya itu adalah waktunya kami pulang, tapi mengingat waktu itu masih pukul 2 siang maka ibu saya menanyarankan untuk mampir ke Waduk Jatiluhur.
Tidak makan banyak waktu untuk mencapai waduk Jatiluhur. Karena jalan tol kearah Jakarta masih lenggang waktu itu. Sekitar 1 jam kita telah sampai di Waduk Jatiluhur.
Awalnya saya tidak begitu tertarik untuk melihat waduk Jatiluhur ini. Karena pada kenyataannya kami sekeluarga pergi kesini hanya untuk memuaskan rasa penasaran ibu saya dengan waduk terbesar di Indonesia.
Tidak hanya terpesona dengan fakta yang menyatakan bahwa waduk Jatiluhur adalah waduk terbesar di Indonesia. Namun fakta lain yang mengatakan bahwa ada arti dalam pemberian nama Jatiluhur. Pemberian nama Luhur, karena di sini terdapat bangunan-bangunan yang disimbolkan sebagai angka keramat bangsa Indonesia, yaitu 17-8-1945, di mana pompa hidrolik untuk saluran Tarum Barat berjumlah 17 buah, pilar pemegang pintu pengatur untuk meneruskan aliran ke daerah Walahar beserta menaranya berjumlah 8 buah, dan angka 45 ditunjukkan pada pembangunan pompa-pompa listrik untuk saluran Tarum Timur, agar lebih efisien dan efektif dibuat miring 45 derajat. Sayangnya saya tidak dapat masuk ke bendungan saat itu, karena tutup.
Setelah keluar tol Jatiluhur, hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai ke waduk yang dibangun di sungai Citarum. Untuk memasuki area waduk, tiap orang dikenakan biaya Rp7500 per orang dan tiap orang bisa menikmati rekrasi di kawasan wisata Jatiluhur. Sebenarnya ini adalah perjalanan pertama saya mengunjungi Jatiluhur. Saya tidak menyangka bendungan yang menyimpan jutaan air sebagai pembangkit listrik ini benar-benar indah.
Selain sebagai waduk terbesar di Indonesia, waduk Jatiluhur juga menyuguhkan panorama yang danau yang indah. Bendungan yang dibangun pada tahun 1957 ini memiliki luas 8.300ha dan dikelilingi oleh bukit-bukit yang hijau yang cantik. Bendungan yang menyerupai gaya bendungan terbesar di dunia ini tidak hanya sebagai sumber tenaga listrik dan penyedian air irigasi tetapi juga sudah menjadi sarana rekreasi. Berbagai permainan permainan ditawarkan seperti mendayung, selancar angin, ski air, dan sebagainya. Saya mencoba menaiki perahu nelayan yang menawarkan perjalanan ke penangkaran ikan di tengah waduk. Dan di tempat penangkaran ikan kita bisa membeli ikan yang ada disana, tidak hanya sekedar membeli kita juga bisa memancingnya.
Sayangnya, kami tidak bisa berlama-lama berada disana karena hujan rintik-rintik mulai membasahi. Saya dan keluarga pun langsung berlari ke mobil dan kembali menuju Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar