Sabtu, 26 Oktober 2013

I DON'T KNOW

G: "Sometimes i just don't know what i feel and my world seems better that way"
F: "you know what you feel, you just don't admitted that exist!"
G: "Pfftt, FEELING, i don't know if people still use that!"
F: "Still, and among us, you use them often"
G: "Yeah, i use them often, correct, of course you know me better than myself" (wink) (sarcasm)
F: "You just don't admitted, and the real question is, why you don't admitted?"
G: "First, because i have nothing to admit, second, i hate feeling, i use them once, and i admitted so bravely, and, you know, people ruin it! It broke me! And i hate to see myself broken. That's why!!"
F: "People always gonna hurt you, and don't admitted just gonna hurt you more"
G: "Ehm... no i am not! People use other people as their station. People are basically a traveler, they love to leave as much as they said they love to stay, so, why you wasting yourself with use some sort of feeling and you know it's gonna hurt you because you actually sure that they are not staying long enough for you. Why you just enjoy the time, admit nothing, and see the next stop together, and leave each other."
F: "What if you are stuck each other? What if your own station became someone's home, and so on contraire?"
G: "......... i don't know about that........."


-Y! Messenger chat, Saturday, 25 October 2013, 1.45 am until 2.30 am (translated in English), and i just want to sleep.

Kamis, 10 Oktober 2013

My heavy head

I am just sober from my highest night.
I remember everything i have done, but i don't remember why.
Its already 8 am in Thamrin, Central Jakarta.
I open my message box, with something bad feeling
"Again? Damn it!"
I randomly tipsy texting you again.
This time, i feel no guilty!
I do really miss you.
I throw my phone and prepare myself to work.
I just finish with my eyeliner when you send and text message

"Haha, i'm sorry! I was on plane last night!"

On plane?
What plane?
You promise to tell me when you will left, right?

"Where did you went by plane?"
"London. But i'm still in Abu Dhabi waiting for my flight"
"You in Abu Dhabi right now?"
"Yeah! Kind of"
"You already go to London?"
"Yes"
"Without saying goodbye?"
"Ohh yaaa sorry about that!"
"But you promise"
"Yeah, and i forget! Sorry"

I am tired.
Exhausted.
I know i'll be fighting alone for us!
But, i never know it will be this exhausted!
My eyes getting wet. And my bone breaking down.
My heavy head, getting heavier than before.
My heavy head, sinking me down to mother earth.
My heavy head, killing me and everything about you.
My heavy head.. O... My head

Senin, 07 Oktober 2013

Life of sist



"Hai, sist!"
"Apakabar,sist!"
"Eh lo tau enggak sih sist!"
"Ya ampun, itu beneran sist?"

Layaknya panggilan sok akrab lainnya "sist!" udah jadi panggilan common buat beberapa golongan masyarakat. Well, temen saya dari sebuah stasiun berita televisi bilang sih kayak "sosialita". Well, karena saya bukan sosialita jadi saya enggak tahu sih bener apa enggak bya, yang pasti "sist!" Itu biasa di pake sama orang-orang online shopping kepada pelanggannya.

"Sist" sendiri adalah kependekan dari "sister". Kalau kata orang daerah "kita samua basudara", tapi kalau dalam bahasa temen saya yang cong "kita kan sisterhood, banget". 

Dalam kata sist ada banyak makna yang tersirat, bisa jadi kata untuk mengakrabkan diri kepada orang yang baru kenal atau berusaha merendah setelah bikin salah sama orang lain. 

Contohnya kayak yang sering saya lakukan deh waktu ketemu sama orang yang baru saya kenal , "hai, sist! Saya Gita dari majalah ...." Tapi penggunaan "sist" saat perkenalan harus perhatikan lawan bicara juga. Jangan pula orang yang punya jabatan Mentri dan usianya udah seumuran sama mama kiyta di panggil sist. Mengutip bahasa bencong ibukota "duuh drop saayy".

Contoh lainnya yang paling sering digunakan oleh temen-temen AE majalah saya, permohonan maaf, 

"Sist, apakabar? Sorry bangget deh tapi kayaknya yang liputan xx itu harus di pending dulu deh, sorry ya sist!"
"Yaahh tapi kan udah di layout tuh, udah approval editorial manager lagi"
"Duh gimana doongg, soalnya iklannya drop sist! Bisa dong, ya sist!"
"Hmmm"

Well itu percakapan karangan saya sih. But i think it happens a lot to printed media people lah yaaa sist!

Orang-orang yang biasa menggunakan kata-kata ini biasanya orang yang sangat suka bergaul tapi enggak terlalu suka menjalin relasi.

Mereka banyak menggunakan kata ganti "sist!", "say", "bro", "keleus", untuk mempercantik komunikasi yang sedang mereka lakukan. 

Kenapa harus dipercantik? Karena untuk bisa berkomunikasi dengan enak dan menyenangkan dengan orang lai itu butuh waktu, dan kebanyakan orang malas membuang waktu untuk membangun relasi. 

Karena, gimana yaa? Teknologi makin canggih. Informasi makin cepat untuk didapatkan. Sehingga pola pikir dan pola hidup manusia yang mengonsumsinya juga ikut kebawa. Manusia 2013 lebih to the point, yang penting cepat, tapi tetep menjaga tata krama dan keasyikan dalam berkomunikasi. Makanya kan kata "sist" ini digunakan oleh penggiat online shopping, betul enggak, sist?


-beachwalk, Kuta, Oktober, 2013

Minggu, 06 Oktober 2013

Free breakfast

"You so nice"
"Thank you"
"Why?"
"Why, what?"
"Why you are so nice? What so you get for beigg nice?"
"Uhmm... Let me think... *cut a slice her pancake and drink her orange juice* ooohh.. I got free breakfast"

Free breakfast

"You so nice"
"Thank you"
"Why?"
"Why, what?"
"Why you are so nice? What so you get for beigg nice?"
"Uhmm... Let me think... *cut a slice her pancake and drink her orange juice* ooohh.. I got free breakfast"

Sabtu, 05 Oktober 2013

--

Why am i obsessed with death?

Mmmm

Enggak ngerti yaa.. Saya punya pemikiran kalau kehidupan akan lebih ringan dijalani kalau kita tahu kapan kita mati.

Kita bisa prepare perpisahan yang menyenangkan dengan matang.
Sehingga tidak ada satupun orang yang merasa ditinggalkan.

Is not good feeling to get left behind!
Really not good!

Time will heal

Lima tahun. Dan dia masih tak bergerak. Sergapan penyakit itu perlahan-lahan merontokan tubuhnya. Membunuhnya dalam diam.

Kebisingan pesisir Bali seakan sanggup menelan bulat-bulat penderitaannya.
Tanpa teman.
Tanpa lembaran halaman.
Ia menyerahkan kulit pucatnya kepada panasnya matahari.
Berharap mati.
Dengan cara yang paling ia nikmati.
Terlelap di pantai ini.

"You want surf ma'am?" seorang berbadan tegap hitam bertanya di hadapannya menghalangi mataharinya.
Untuk kesebelas kalinya ia harus memberikan senyuman sambil menggelengkan kepalanya kepada salah satu penjajak papan seluncur pantai ini.

"Where do you come from ma'am, Japan? Thailand?" Tanya pria itu tak mau enyah dengan tolakkan halusnya.

"Jakarta, bli" ujarnya sambil tersenyum.

"Ohh..." Jawabnya yang langsung memutuskan duduk disampingnya.
Saat itu ia sedang ingin sendiri,  enggan berkomunikasi.
Tanpa ia sadari justru kesendiriannyalah yang mengundang banyak mata ingin menemani.
"Refreshing atau kerja?"
"For both!" Jawabnya dengan mata terejam terhalang oleh kacamatanya.
"For how long?"
"Senin saya pulang" 

"Sendiri di pantai memang bagus untuk menggilangkan stress"
Kali ini ia hanya menimpali dengan melekukan bibirnya. Berusaha tersenyum.

Ada jeda panjang sebelum si penjajak papan seluncur itu kembali menariknya untuk bercakap-cakap.

"Tidak suka basah-basahan?"

"Nope. Saya suka. Hanya sedang tidak ingin aja."

"Iya lah, mana ada diver yang benci basahnya air laut"

Sedikit terkejut, ia pun menegakkan kepalanya.

"Cuman karang laut yang bisa bikin goresan sepanjang itu" ujar sang penjajak papan seluncur menunjuk ke salah satu luka di betisnya.

"Saya tenang tiap lihat isi laut"

"Lukanya sepadan dengan keindahannya ya"

"Yap!" Jawabnya diiringi dengan gelak tawa pertamanya di pantai ini.

"Memang suka sendirian?"

"Saya memang jarang punya teman"

"Oh ya?"

"Lagipula saya senang menghabiskan waktu dengan diri saya sendiri. Enggak deh! Saya memang sudah tergila-gila pada diri saya sendiri" ujarnya sambil bercanda.

"Haha. Menarik"

"Menarik? Atau gila?"

"Sakit, mungkin lebih tepatnya. Semoga Kuta bisa sembuhin kamu ya, mbak" ujar si penjajak papan seluncur.

Ia hanya balas dengan senyuman.

"Banyak orang yang mencari ketenangan ke sini, padahal yang mereka butuhkan justru kesembuhan"

Ia diam menyimak penjabaran si penjajak papan seluncur.

"Tapi ia harus mau terima dulu penyakitnya. Dan siap untuk disembuhkan"

Kali ini ia tidak tersenyum. Ia sedang malas di ceramahi.

"Memang saya terlihat jelas sedang sakit?"

"Tidak sehat! Tapi bisa disembuhkan kok"

"Oh ya?"

"Let time heal. Not kill. That simple"

Kali ini ia kembali tersenyum. Tapi lebih terlihat bahagia. Ia dan si penjajak papan seluncur terlihat asyik berbincang. Tanpa ia sadari matahari sudah cukup turun membuat si penjajak papan sluncur mengajaknya minum di sebuah bar di jalan Poppies. Ia pun tahu kalau si penjajak papan seluncur bernama Iwan.

"Ayo lah kita senang-senang. Tertawa. Menangis. Its okay to be sad. But allow yourself to feel allright. Lihat , kulitmu sudah tidak sepucat tadi. Sudah lebih terlihat hidup."

"Ini matahari yang bakar kulit saya"

"Matahari buat kamu terlihat hidup"

Dalam perjalanan, telfon yang selama ia kantongi berdering. Seakan melihat sang enciptanya, ia pun memutuskan berhenti melangkah dan menjawab panggilan.

Iwan melihatnya mengangkat telpon dari jarak beberapa meter di depannya. Iwan lihat ada senyuman. Tangisan. Lalu gelak tawa. Iwan seperti melihat apapun jenis penyakit yang menghinggapinya perlahan-lahan pergi. Iwan melihatnya menutup telfonnya, dan dengan langkah berat ia menghampiri Iwan.

"Wan... I am ready to be alive. Again"

Iwan menatapnya dengan skeptis...

"Are you sure? Its gonna be..."

"... Hurt. Sad. Jealous. Pain. Cry. Laugh. Happy. Fly. Lets do that all over again"

"Wow.. Congratulation. First round is my treat!"

Ia pun mengarah kesebuah bar dengan bendera Australia di depannya.

Suara gelak tawa dari beberapa turis Australia dan dentingan gelas yang beradu membaurkan suara langkahnya dengan Iwan.

Langkah pertamanya menuju kematiannya. Ya. Telfon tadi bukanlah telfon yang membebaskannya dari penyakitnya. Tapi setidaknya kini ia sudah  menerimanya. Menerima kalau dirinya telah kehilangan waktu. Tapi kali ini ia tidak akan membiarkan dirinya kehilangan kehidupannya.